Apakah menerima fakta kebangkitan Kristus merupakan suatu kebodohan? Ada yang menganggapnya demikian. Namun, saya harus menjawab dengan tidak! Buktinya? Banyak orang terpelajar di bawah kolong langit ini dengan segenap hati dapat menerima kebangkitan itu dan mensyukurinya. Memang, ada juga ‘ahli’ meragukan dan menolak berita tersebut.
Sebutlah misalnya seorang yang bernama Gerd Ludemann, professor Perjanjian Baru dari Univ. Gottingen yang pemikirannya dipengaruhi oleh David Hume, di mana Ludemann menolak peristiwa kebangkitan Kristus tsb. Bagi Ludemann, kebangkitan itu tidak lebih dari halusinasi saja atau sebuah pengalaman subjektif dari murid-murid. Bukan kebangkitan tubuh yang sesungguhnya. Kelihatannya, pandangan ini yang dianut oleh Ioannes Rakhmat (IR) sebagaimana dapat dibaca dalam artikelnya pada sebuah harian ibu kota yang berjudul “Kontroversi Temuan Makam Keluarga Yesus”. Pada akhir artikel tsb, IR menyimpulkan bahwa "kebangkitan dan kenaikan Yesus ke surga tidak bisa lagi dipahami sebagai kejadian-kejadian sejarah objektif, melainkan sebagai metafora". Apa yang dia maksud dengan istilah metafora tersebut? Selanjutnya dia menulis, “Dalam metafora sebuah kejadian hanya ada di dalam pengalaman subjektif, bukan dalam realitas objektif... Yesus bangkit dalam memori dari pengalaman hidup”.